Jumat, 31 Oktober 2014

Seutas Mimpi

Ya, semuanya berjalan seperti biasanya. Satu dua hari berlalu, bahkan aku selalu menghitung hari dimana kita bisa menjalaninya bersama. Walau aku sendiri tau, waktu yang selalu merebut mu dariku. Dalam acara apapun. Waktu lagi-lagi mengambil jatah hadir mu di hatiku.
Aku kesepian? Kamu bisa lihat, aku tentu saja tidak kesepian. Aku punya banyak teman yang bisa kuajak bicara. Tentu saja bukan aku yang kesepian. Tapi hatiku yang selalu menanti kehadiranmu. Seakan bertanya-tanya. Kapan kamu akan datang lagi dan melepas semua tugas dari waktu hanya untukku? Hanya untuk hatiku?
Aku pikir kamu mulai sibuk, sudah melupakanku ya?
Bahkan ada masanya aku harus berada dalam pilihan yang paling rumit dalam hidupku. Mengakhiri atau diakhiri.
Sekarang pilihan pertama ada di tanganku. Dan tepat lebih dua hari setelah anniversary satu minggu kita aku mengakhiri semuanya.
Kamu mempertanyakan apa yang membuatku mengakhiri semuanya? Paras wajahmu kelihatan memberi sebuah pertanyaan. Ada rasa tidak terima dan pasrah. Tapi kamu sendiri tentu saja tidak bisa memaksa kehendakku.
Bukan tidak mau mengungkap bahwa kamu hanya mementingkan duniamu ketimbang aku. Tapi.. Biarkan hanya aku yang tau apa alasan itu.
Dan sekarang waktu lagi-lagi membuat kita terpisah. Terpisah sangat jauh bahkan kamu tidak pernah bertemu denganku lagi.
Mungkin satu hal yang perlu kamu ketahui. Aku berbohong mengatakan bahwa aku sudah tidak mencintaimu lagi. Berbohong menginginkan semuanya berakhir. Berbohong bahwa hubungan di antara kita saat ini hanya sebatas teman. Tapi aku tetap tidak bisa jujur di hadapanmu. Dan aku hanya tidak mau kamu tau bahwa semua yang aku katakan bohong. Mungkin membiarkanmu melupakanku itu sudah cukup.

Rumahnya tidak berpenghuni lagi, dia sudah pergi ya. Kenapa? Bahkan dia tidak berkata selamat tinggal untukku
Aku merindukannya

Aku dalam proses melupakanmu. Tapi bagaimana bisa, jika satu-satunya orang yang hadir dalam pikiranku hanya kamu, hanya wajahmu yang sulit sekali kuhilangkan.
Apa kamu tidak bosan terus menetap di pikiranku? Dan sekarang, izinkan aku memanggil waktu untuk mengajakmu pergi dan tidak pernah menemuiku lagi.

Kamu dimana?
Aku merindukanmu
Apa mungkin sudah ada lelaki lain disana? Oh,
Apa kamu mendengarku?

Tapi aku terlalu bodoh untuk memperjuangkan keinginan keji ini berlangsung. Buktinya sampai saat ini, sudah satu bulan aku belum bisa melupakan kamu. Dan .. Sebenarnya kamu memberiku sebuah sengatan apa sampai aku tidak bisa melupakanmu?
Bahkan perasaan–perasaan ini terus menterorku.
Aku juga merindukanmu
Dan lagi-lagi, ada saja terror perasaan bersalah itu pada diriku. Aku yang sudah mengakhirinya tanpa sebab. Hanya sebuah kesibukan yang kusalahkan? Tandanya aku sudah mengorbankan cintaku sendiri. Aku merasa bersalah. Aku yang sudah mematahkan tiang cintamu yang kokoh untukku. Menghancurkan segala bangunan cinta yang pernah kamu bangun bersamaku. Apa aku terlalu keji jika aku harus masih mendengar kata cinta dari bibirmu?
Aku meyakinkan diriku untuk selalu berbohong pada perasaan tapi sayangnya perasaan lebih mengetahui yang sebenarnya. Meyakinkanku lebih jujur dan mengatakannya, bahwa aku memang masih mencintaimu. Dan ada waktunya aku harus kembali. Kembali pada orang yang sudah mencintaiku, merindukanku dan menungguku disana.
Tidak ada lagi kebohongan dalam diriku. Tapi apa bisa aku tidak membohongi kamu? Dan, apa waktu masih mengizinkamu menemuiku? Apa takdir masih memberikan jalan luas untukku kembali meraih pelukan darimu? Apa bahkan memasukkanku dalam lingkup labirin yang menyulitkanku menemuimu? Dan mungkin nantinya aku sudah bisa melihat ada gadis lain yang kamu gandeng saat aku melihat kamu untuk pertama kalinya di kota ini? Dan.. Atau mungkin kamu sudah memiliki status lebih ke jenjang yang paling tinggi bersama gadis itu? Jadi apa harus aku percaya bahwa kamu masih mencintaiku dan merindukanku? Menungguku?
Bahkan pikiran-pikiran itu membuat nyaliku ciut. Dan di harapanku saat ini hanya satu. Aku tidak mau apa yang aku pikirkan saat ini, salah satunya tidak pernah jadi kenyataan

“hi, lama tidak jumpa”
Suara yang membuatku semakin bergetar. Ternyata memang semua yang aku pikirkan tidak akan pernah jadi kenyataan. Dan alangkah indahnya takdir masih mengizinkanku bertemu denganmu tanpa harus melewati lingkup labirin yang mungkin bisa membuatku tersesat dan.. Memberhentikan langkahku bertemu denganmu. Ya, tentunya aku berada di tempat pertama aku bertemu denganmu di kota kecil ini. Seakan-akan memang semua sudah direncanakan. Aku juga merasakannya. Pertemuan yang tidak sengaja membuat kita menjadi satu ikatan yang sengaja. Dan apakah hal itu jadi seperti yang aku mau lagi seperti hari yang lalu?
Tapi seharusnya aku sadar, apa yang aku pikirkan tidak semudah menjadi sebuah kenyataan yang indah.
Aku yang sudah meminta ini semua berakhir.
Apa pantas aku memintamu kembali dalam dekapanku? Memulai semuanya dari hari ini? Dan kemudian kamu bisa menyimpulkan bahwa aku hanya gadis linglung yang kesulian mencari lelaki lain di luar sana.
“kita bertemu lagi”
Katamu sambil memberikan senyuman khas yang selalu kamu berikan padaku. Senyum yang membuat pasang mata melihatnya jadi tenang. Mata tipis dan berbola mata hitam itu selalu memiliki kesan lain jika dihadapkan denganku. Ternyata perlakuanmu tidak pernah berubah. Kamu tetap orang yang aku kenal. Untuk hari kemarin dan saat ini.
Untuk saat ini sepertinya aku yang terjebak dalam sebuah waktu. Aku yang tidak bisa berkata apa-apa di hadapanmu. Sedangkan kamu terus-terusan memberi tampang manis itu yang seakan-akan semakin memperbesar keinginanku untuk menghajar diriku sendiri. Kenapa aku tega? Aku tega membuat orang paling kucintai masuk dalam lingkup permainan cinta yang kubuat sendiri. Ma’afkan aku.
Rasanya aku mau langsung bicara denganmu. Berteriak sesuka hati disini bahwa aku sangat merindukanmu. Sangat dan amat sangat. Tapi aku takut. Aku takut jika hal itu bahkan membuatmu tidak mau dekat denganku lagi. Membuatmu bahkan bisa lebih jauh dari apa yang tidak pernah kubayangkan.
Aku mencintaimu
“sekarang kamu yang kelihatan kaku”
Katamu. Sekarang izinkan aku mengambil batu atau besi dan baja sejenisnya untuk menghantam kepalaku. Aku tidak sanggup mendengar suaramu.
Tapi itu membuatmu tertegun pelan. Tawa kecilmu keluar.
“..Aku pikir kamu masih marah karena kejadian waktu lalu”
Suaraku mengecil sambil secara tidak langsung aku mengalihkan wajahku darimu. Aku tidak sanggup melihat respon yang kamu berikan. Sebentar keheningan itu mampir di antara kami berdua. Dan aku tak pernah tau apa yang kamu pikirkan sehingga kamu bisa menghentikan bicaramu yang semula terdengar ceria.
“ah?”
Kamu mendesah pelan dan aku kembali mendengar suara indahmu dan tangan halusmu menyentuh bahuku yang terbalut baju lengan panjang favoritku.
“soal itu ya? Aku sudah melupakannya sejak lama. Tidak perlu diingat-ingat lagi masalah seperti itu”
Kamu meyakinkanku untuk kembali melihat wajahmu dan lagi-lagi aku melihat senyuman itu. Kan? Bisa dilihat, siapa orang paling keji di antara aku dan kamu. Tentu saja aku! Aku yang sudah mengecewakanmu, membuat ini semua jadi semudah permainan. Aku yang salah! Kenapa bisa aku mempermainkan orang sebaik kamu?
“hmm.. Tumben ya, sore begini tidak hujan seperti biasanya”
Kamu bergumam pelan sambil tidak menatapku. Melainkan menatap langit yang tersenyum sore ini. Kota ini kelihatan lain hari ini. Hujan tidak turun seperti biasanya.
Dan yang bisa kulakukan hanya menatapmu dari samping. Kamu kelihatan menikmati hari ini. Suasana sore yang terasa sejuk bagai pagi hari. Kamu dan aku bisa mencium aroma indah dedauan dan bunga yang ada di taman ini. Bukan seperti biasanya, hanya mencium tanah yang terhujani air mata langit.
“kita bertemu lagi, melepas rindumu kan, aku rasa sekarang rindumu benar-benar sudah hilang”
Ujarku pelan sambil mencoba tersenyum. Pelan-pelan kamu belum mencerna semuanya dan akhirnya kamu sadar dan bisa menyimpulkan betapa bodohnya orang seperti aku mengatakan hal itu. Kamu yang semula santai dan menikmati sore ini dengan damai jadi kelihatan panas membara dan wajah merah padam itu kamu tunjukkan sore ini.
“jangan asal menyimpulkan pendapat seperti itu! Tentu tidak. Kamu tau? Aku mulai merasa sangat kesepian semenjak kepergianmu yang tidak pernah bilang-bilang itu!”
Dan kala itu kamu menaikan volume suaramu dan terdengar serius. Menyatakan bagaimana kesepiannya kamu tanpa kehadiranku. Secara membentak kamu tidak membenarkan ucapanku, ternyata penantian itu masih ada, rindu itu abadi.
Tapi satu hal yang membuatku merasa tersayat, bentakan serta bagaimana kamu menanti semuanya kembali. Merasa kesepian tanpa kehadiranku.
“ah.. Ma-ma’af, aku tidak bermaksud”
Kamu tau, hal pertamakali yang nyaris membuatku memaksa air mata ini keluar adalah karena rasa sayangmu yang tak pernah pudar ataupun hilang. Membuatku semakin merasa bersalah dan menjadi orang idiot yang bisa mempermainkan perasaanmu. Memutuskan dalam jangka waktu sesingkat itu dan membiarkan kita berdua terjebak dalam perasaan kelam ini.
“ma’af.. Aku hanya takut kamu melupakanku kemudian cari orang baru untuk menggantikanku..”
Ujarku tertunduk. Aku malu, kenapa harus kata-kata itu yang aku katakan? Secara tidak langsung aku mengharapkannya kembali. Tapi dilain sisi aku juga takut kamu akan pergi begitu saja. Sementara benak ini masih menanti-nanti kehadiranmu
“aku tidak semudah itu mencari orang lain untuk menggantikanmu. Bahkan jika kamu yang digantikan itu tidak mungkin. Kamu tetap kamu. Dan justru aku berpikir seperti itu. Kamu akan mencari lelaki lain di luar sana”
Aku tau, ada tatapan mendalam itu yang tersorot untukku. Tapi kesulitan terbesarku kembali untuk menatap matamu. Aku hanya takut perasaan ini menjadi lebih buruk lagi. Menjadi-jadi. Dan aku takut akan kembali mencintaimu sementara balasan dari cinta yang aku berikan hanya luka yang selalu membuat kamu merasa tersakiti.
Aku tau, seutas mimpi kadang sulit untuk menjadi sebuah kenyataan. Dan izinkan mimpiku kali ini menjadi sebuah kenyataan. Walaupun aku tau semua tidak mungkin terjadi. Tapi yakinkan aku suatu hari nanti mimpi itu bisa jadi satu kenyataan untukku. Bisa melupakanmu.

Cerpen Karangan: Y. A. Unnabell

0 komentar:

Posting Komentar